KOTABARU. kalimantanprime.com – Panen cabai di Desa Pembelacanan, Kabupaten Kotabaru, membawa angin segar bagi perekonomian warga. Wardi, seorang petani asal RT 4, berhasil mengolah lahan cabai seluas 0,25 hektare dan kini memasuki panen kedua hingga ketiga.
Dengan teknik sederhana, Wardi menanam jagung terlebih dahulu sebagai pelindung sebelum cabai tumbuh besar. Menurutnya, usaha tani bukan sekadar mengejar hasil, melainkan juga sebuah proses pembelajaran.
“Petani sukses itu bukan hanya soal hasil, tetapi juga pembelajaran. Semuanya masih dalam perjuangan,” ujarnya, Kamis (25/9/2025).
Cabai keriting yang ditanam Wardi saat ini tengah menjadi primadona. Masa panennya relatif cepat, sementara harga cukup stabil.
“Tanaman bulan Juni inilah yang sekarang mulai panen. Kalau cabai keriting justru lebih cepat, dan harganya bagus, sekitar Rp40 ribu per kilogram,” jelasnya.
Untuk pemasaran, sebagian hasil panen dikirim ke kota melalui jalur kapal. Sebagian lagi dijual langsung ke pengepul maupun pasar tradisional. Rata-rata, 20 kilogram cabai terjual setiap minggu hanya dari penjualan lokal. Permintaan dari luar desa pun ikut memperkuat distribusi.
Panen cabai ini tidak hanya meningkatkan pendapatan keluarga Wardi, tetapi juga membuka lapangan kerja bagi warga sekitar, khususnya ibu rumah tangga.
“Alhamdulillah saat ini hasil cabai bisa menopang ekonomi keluarga bahkan membuka peluang pekerjaan bagi ibu-ibu,” ungkap Wardi.
Irawati, salah satu buruh panen, mengaku terbantu dengan adanya kebun cabai tersebut.
“Kami senang bisa ikut membantu panen. Selain menambah penghasilan, kami juga belajar cara merawat cabai,” ujarnya.
Hal senada disampaikan Bu Inur. Ia menuturkan panen cabai memberi peluang kerja harian yang bisa dimanfaatkan oleh ibu rumah tangga.
“Kalau ada panen begini, kami ibu-ibu bisa ikut bekerja. Hasilnya bisa untuk menambah belanja dapur. Jadi sangat membantu,” katanya.
Meski panen terus berjalan, Wardi masih terkendala sarana dan prasarana, terutama irigasi dan pengolahan tanah. Untuk mengolah lahan 0,50 hektare, ia memerlukan 40 karung kapur dolomit, 40 karung pupuk SP-36, serta 40 karung pupuk Ponska. Namun semua kebutuhan tersebut masih ditanggung sendiri.
“Kalau lahannya luas, tentu perlu juga kolam untuk menyiram di musim kemarau. Saat ini saya masih mengolah tanah secara manual,” jelasnya.
Dari lahan 0,50 hektare, Wardi memperkirakan bisa menanam hingga 11 ribu pohon cabai dengan modal bibit sekitar Rp6 juta, belum termasuk biaya pestisida. Ia berharap ke depan ada dukungan dari pemerintah daerah agar produksi bisa semakin optimal.(San)