Breaking News
Loading...

Presiden Prabowo.... Duka Sumatera, Duka Bangsa Indonesia

 


Oleh: Raja Parlindungan Pane, Koordinator Nasional Forum Wartawan Kebangsaan (FWK), Ketua Dewan Redaksi Berita Buana..Com

INDONESIA sedang berkabung. Tiga provinsi di Pulau Sumatera dilanda banjir bandang dan longsor sejak 25 November 2025. Seharusnya pemerintah sudah menetapkan bencana alam yang diperparah oleh kerusakan lingkungan itu sebagai bencana nasional.

Ini sangat menyedihkan. Kerugian materi belum terhitung. Tetapi korban meninggal hingga Jumat (5/12) sudah menjadi 867 orang, sementara 521 orang lainnya masih dinyatakan hilang, dan 4.200 orang  mengalami luka-luka.

Kepastian jumlah korban meninggal, luka-luka, dan hilang yang sifatnya masih sementara itu disampaikan oleh Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencanaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Abdul Muhari dalam konferensi pers, Jumat (5/12/2025) sekitar pukul 17.00 WIB.

Jumlah korban meninggal di tiga provinsi yakni Sumatera Utara, Sumatera Barat, dan Aceh diperkirakan terus bertambah, karena pencarian korban hingga Minggu (7/12) belum tuntas.

Akan tetapi kita semua sebaiknya tidak hanya melihat angka statistik korban bencana tersebut. Di balik setiap korban meninggal terdapat kesedihan yang mendalam, serta kesulitan keluarga dalam melanjutkan kehidupan.

Sementara korban hidup yang sekarang masih tinggal di pengungsian membutuhkan bantuan tanggap darurat yang super cepat. Mereka butuh makan, butuh minum, dan pakaian.

Mengutip laporan Pusdalops di masing-masing provinsi, para pengungsi terdampak bencana alam tersebut tercatat:  Sumatra Utara 51.433 jiwa, Aceh 775.346, dan Sumatra Barat 22.354, sehingga total pengungsi di tiga provinsi ada 849.133 jiwa. Demikian data yang dikutip CNBC Indonesia (Jumat 5/12).

Bantuan tanggap darurat cepat sekarang dibutuhkan. Tindakan evakuasi dalam upaya penyelamatan dan pemberian bantuan pangan, juga harus dilakukan sesegera mungkin.

Tentu saja bantuan tidak berhenti di situ. Bantuan berikutnya berupa rehabilitasi bangunan rumah, sarana dan prasarana umum seperti bangunan sekolah, perkantoran, dan jalan serta jembatan juga sudah harus mulai direncanakan.

Pemulihan kesehatan masyarakat juga harus dikeroyok oleh semua pihak, baik kementerian kesehatan maupun para pihak, seperti rumah sakit swasta dan perusahaan yang biasa melayani kesehatan masyarakat.

Perkumpulan Komunitas Hipnotis Indonesia (PKHI) juga sudah bersiap-siap menurunkan 200 hipnoterapis profesional ke lokasi-lokasi pengungsian untuk membantu pemulihan mental melalui psikososial pasca bencana.

Pemerintah di bawah komando Presiden Prabowo Subianto kini diuji ketangkasannya, kepeduliannya, strategi dan pengaturannya, termasuk penyiapan dana dalam penanganan bencana besar ini.

Tidak cukup sampai di situ. Keadilan terhadap layanan juga perlu mendapat perhatian khusus.

Sekarang bencana terjadi di Sumatera, lain waktu bisa terjadi di provinsi lain. Semua butuh pelayanan sama ketika mengalami bencana. Singkat kata perlu ada standar pelayanan dan penanganan.

Dalam pelayanan, peralatan berat untuk evakuasi, dan angkutan darat, laut, dan udaranya yang sering dipertontonkan pada hari-hari besar militer dan kepolisian, juga perlu dikerahkan bila dibutuhkan.

Hal lain yang menjadi perbincangan serius dalam diskusi Forum Wartawan Kebangsaan (FWK) adalah bagaimana kualitas kepedulian dan keadilan Presiden Prabowo Subianto dalam mengatasi bencana dan memberi perlindungan kepada rakyat.

Sebab ketika layanan berkeadilan untuk semua tidak bisa terwujud, dan kepedulian terhadap manusia dan kemanusiaan dengan berbagai latar belakang juga tidak memuaskan, maka pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) bisa dianggap gagal dalam memberi perlindungan terhadap bangsa.

Apalagi pemerintah juga harus bertindak adil dalam menangani kasus perusakan lingkungan di Sumatera. Kerusakan lingkungan di kawasan hutan di pegunungan Bukit Barisan yang diduga memperparah dampak ketika terjadi hujan lebat, banjir dan longsor.

Ribuan bahkan mungkin jutaan kayu gelondongan yang diduga hasil pembabatan hutan, terbawa air bah dan menghantam banyak tiang jembatan dan rumah-rumah penduduk.

Tantangan yang dihadapi pemerintah, khususnya penegakan hukum baik yang berada dalam tugas pokok di lembaga kementerian maupun lembaga hukum sendiri adalah melakukan pengusutan tuntas. Para tersangkanya harus diadili.

Penegak hukum harus tegas terhadap siapa saja yang terlibat perusakan hutan. Harus ditindak siapa saja di balik perusakan hutan.

Selidiki, umumkan, dan diadili. Apakah ada oknum-oknum yang turut menjadi mata rantai penyebab kerusakan lingkungan, seperti deforestasi, dan memberi dukungan kegiatan illegal logging, maupun penggundulan hutan berizin, semua harus diusut.

Inilah saatnya Presiden Prabowo Subianto bertindak cepat dan tegas terhadap pembalakan liar. Prabowo yang terus menggaungkan nilai-nilai kebangsaan tidak boleh kalah dengan mafia pembalakan hutan, terutama di Kawasan Hutan Bukit Barisan. Soalnya hingga saat ini belum ada  pernyataan resmi presiden mengenai pembalakan liar sebagai salah satu penyebab pemicu banjir bandang.

Jangan sampai anak-anak dan cucu kita kelak akan menanggung dampak pembalakan liar ini karena pembiaran pemerintah. Sekelas menteri tampaknya tak kuasa mengatasi pembalakan hutan di Kawasan Hutan Bukit barisan yang kian hari kian tergerus.

Ayo Presiden. Ditunggu langkah raksasanya untuk melindungi dan menyelamatkan generasi muda bangsa ini. Jangan ragu. Rakyat berada di belakang presiden. Semoga.(Rilis) 

Lebih baru Lebih lama