BANJARMASIN, kalimantanprime.com– Aroma bawang goreng dan ikan asin menggantung di lorong Pasar Alalak. Riuh tawar-menawar berpadu dengan derit gerobak.
Di salah satu sudut, Pak Salim rentenir 15 tahun menunduk lesu. Profesi yang dulu menghidupinya, kini kian ditinggalkan.
Hadirnya Pegadaian lewat mobil layanan keliling, kemitraan dengan BUMDes, hingga program literasi, memberi rakyat kecil pilihan lain. Mereka tak lagi harus tercekik bunga mencekik.
Dari Jeratan Bunga ke Jalan Resmi
Dulu, pedagang, buruh, hingga nelayan hanya mengenal satu jalan saat butuh uang cepat: rentenir.
Mudah dijangkau, tapi bunganya mencekik, 30–50 persen per bulan.
Kini situasi bergeser. Pegadaian hadir di pelosok lewat mobil keliling, menggandeng BUMDes, dan rutin melakukan edukasi keuangan.
Sepanjang 2024, Pegadaian Area Banjarmasin menambah lebih dari 23 ribu nasabah mikro, menjangkau 172 desa.
Produk seperti Gadai Syariah, Kreasi Ultra Mikro, hingga Tabungan Emas menjadi pilihan baru masyarakat.
“Saya bukan maling, hanya bantu. Tapi sekarang orang tak perlu saya lagi,” lirih Pak Salim.
Suara Korban Rentenir
Ramlah, pedagang lontong, pernah hampir kehilangan rumah karena lilitan utang.
“Awalnya pinjam Rp2 juta, tiap minggu bayar Rp400 ribu. Bengkak jadi Rp5 juta. Nggak kuat saya,” kisahnya.
![]() |
Suasana Pasar Terapung di Kalimantan, tempat pedagang kecil menggantungkan hidup. Pegadaian hadir memberi napas baru, agar mereka tak lagi terjerat bunga mencekik rentenir."(Foto: Wamen) |
Dari Cincin Kawin ke Sepeda Motor Sekolah
Cerita serupa datang dari Nunung Mulyani, ibu empat anak di Banjarmasin Utara.
“Bagi saya, Pegadaian bukan sekadar tempat menukar barang dengan uang, tapi ruang menyambung hidup. Mereka menemani perjalanan kami sejak awal menikah,” ucapnya.
Modal usaha pertamanya lahir dari gadai cincin kawin. Kini, lewat program Amanah Pegadaian, ia membeli sepeda motor untuk anak berangkat sekolah.
“Prosesnya cepat, transparan, tanpa tekanan. Pegadaian melayani dengan hati, bukan sekadar hitungan bunga,” tuturnya.
Nunung juga rutin menabung emas melalui aplikasi Pegadaian Digital.
“Bukan karena banyak uang, tapi ingin membangun kebiasaan baik. Anak-anak harus tahu, hidup tak selalu mudah, tapi selalu ada jalan selama kita tak menyerah,” ujarnya.
Analisis: Mengisi Kekosongan Sistem
Menurut Dr. Hadi Sutrisno, ekonom Universitas Lambung Mangkurat, Pegadaian hadir bukan sekadar pesaing rentenir, melainkan solusi struktural.
“Ini soal keadilan ekonomi. Rentenir tumbuh karena sistem formal tak hadir. Pegadaian mengisi kekosongan itu,” jelasnya.
Namun ia mengingatkan, ancaman baru kini muncul: pinjaman online ilegal yang mulai merambah desa. Pemerintah harus waspada agar rakyat kecil tak jatuh ke lubang baru.
Lompatan Kinerja 2025
Transformasi layanan Pegadaian terbukti berbuah manis. Hingga pertengahan 2025, Pegadaian Area Kalimantan Selatan dan Tengah mencatat kinerja terbaik nasional:
Outstanding Loan (OSL) naik 35% menjadi Rp1,48 triliun, pertumbuhan YoY 53%.
Bisnis emas tumbuh spektakuler lebih dari 300%, dengan nilai cicil emas mencapai Rp147 miliar.
Total outstanding Kanwil IV Balikpapan menembus Rp7,8 triliun, peringkat kedua nasional.
Deputi Bisnis Area Kalimantan Selatan dan Tengah, Anwar Yusuf, menegaskan capaian ini lahir dari transformasi digital dan inovasi layanan.
“Pegadaian hadir bukan hanya untuk mengatasi masalah keuangan, tapi juga membantu masyarakat merencanakan masa depan secara bijak,” ujarnya.
Epilog: Zaman yang Bergeser
Pak Salim kini beralih menjual token listrik dan pulsa. Profesi lamanya sebagai rentenir tinggal cerita.
“Zaman berubah. Sekarang orang cari yang resmi dan aman. Saya ngerti itu,” katanya pasrah.
Perubahan ini menegaskan satu hal: Pegadaian bukan hanya memberi pinjaman, tetapi membangun harapan dan martabat rakyat kecil.
Dulu, jalan mereka sempit dan gelap. Kini, ada lorong terang yang menuntun menuju napas baru.(Wamen)