Breaking News
Loading...

Jaksa KPK Tolak Pembelaan Terdakwa Suap Dinas PUPR Kalsel


BANJARMASIN
, kalimantanprime.com - Sidang lanjutan kasus dugaan suap dan gratifikasi pada Dinas PUPR Kalimantan Selatan kembali bergulir di Pengadilan Tipikor Banjarmasin, Senin (30/6/2025) malam. 

Sidang yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Cahyono Riza Adrianto ini dengan agenda pembacaan replik dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

JPU KPK Meyer Simanjuntak SH dalam repliknya dengan tegas menolak seluruh pembelaan yang disampaikan para terdakwa dalam nota pembelaan yang telah disampaikan sebelumnya. 

Termasuk permohonan keringanan dari Ahmad Solhan dan Yulianti Erlyna, serta permintaan bebas dari Agustya Febry Andrean dan H Ahmad.

“Tuntutan yang kami bacakan sudah mencerminkan rasa keadilan. Oleh karena itu, permohonan keringanan kami tolak,” kata Meyer.

Ia menjelaskan, dalam konteks pasal 12 huruf b dan 12B Undang-Undang Tipikor, unsur memperkaya diri sendiri tidak menjadi syarat utama pembuktian. 

Sehingga alasan terdakwa bahwa uang tidak mereka nikmati, dinilai tidak relevan dan tidak menghapus pertanggungjawaban pidana.

“Bahkan dalam perkara ini, sebagian uang sudah terbukti dinikmati. Tapi sekalipun tidak, pembelaan itu tetap tidak menghapus unsur pidana,” kata Meyer.

JPU juga menegaskan bahwa tuntutan uang pengganti sebesar Rp16 miliar terhadap Ahmad Solhan tetap dipertahankan. 

Jaksa menyebut, bagaimana dan untuk siapa uang tersebut digunakan merupakan perkara berbeda, yang tidak menghapus kesalahan pokok yaitu menerima gratifikasi tanpa hak.

Sementara terkait terdakwa Agustya Febry dan H Ahmad yang meminta dibebaskan, jaksa menyodorkan tambahan bukti baru berupa percakapan yang menunjukkan keterlibatan aktif mereka dalam aliran dana gratifikasi proyek. 

“Kami tampilkan bukti chat berisi istilah ‘berkas’ dan ‘kekuatan’ yang menunjukkan bahwa Agustya Febry sangat mengetahui konteks uang tersebut. Bahkan dia yang mengarahkan agar uang diantar ke Ahmad Solhan,” ucap Meyer.

Meyer juga menyebut H Ahmad sebagai “gatekeeper” atau penyimpan dana korupsi dari pelaku utama. 

Posisinya sebagai pihak ketiga digunakan agar uang terkesan sah.

“Biasanya yang dipakai menyimpan uang hasil korupsi memang bukan ASN, tapi pihak ketiga atau swasta. Dan dalam perkara ini, H Ahmad tidak bisa dilepaskan dari peran turut serta,” kata Meyer.

Sidang akan dilanjutkan pada Kamis (3/7/20205) dengan agenda duplik dari para terdakwa, yang akan disampaikan secara tertulis. 

Terkecuali untuk terdakwa Yulianti Erlyna, yang sudah menyampaikan dupliknya secara lisan melalui kuasa hukumnya.

Agenda putusan untuk seluruh terdakwa dijadwalkan berlangsung pada Rabu, 9 Juli 2025 mendatang. (Tjg) 

Lebih baru Lebih lama